Bangsa ini lahir dan dipimpin oleh para penulis.
Para pendiri republik dan sejumlah pemimpin nasional kita adalah para penulis handal.
Bung Karno menulis Di Bawah Bendera Revolusi. Bung Hatta menulis Demokrasi Kita.
Gus Dur menulis Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menulis Selalu Ada Pilihan.
Menulis merupakan kegiatan menuangkan gagasan dan pemikiran. Dalam dunia kepemimpinan sangat dibutuhkan kemampuan menulis.
Karena memimpin tidak hanya mengandalkan insting dan intuisi saja, melainkan juga intelegensia.
Menulis adalah perwujudan dari tingkat intelegensia. Pemimpin yang menulis pasti memiliki wawasan luas untuk dituliskan.
Dengan menulis, pemimpin lebih sistematis dalam menyusun langkah dan rencana aksi. Dengan menulis, pemimpin mampu mencerahkan dan menyadarkan masyarakat.
Dengan menulis, pemimpin bisa menggugah menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Menulis bagi saya adalah anugerah. Karena saya hidup dari menulis, dan dengan menulis saya hidup.
Ada sejumlah buku yang pernah saya tulis sebagai berikut :
1. Bersaing atau Tenggelam; Indonesia Bukan Bangsa Kuli.
Buku ini berisi pemikiran Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi tentang langkah-langkah menghadapi bonus demografi di Indonesia.
Bonus demografi merupakan sebuah masa di mana jumlah penduduk berusia produktif lebih banyak daripada yang berusia non-produktif.
Namun di sisi lain bonus demografi bisa juga jadi ancaman musibah apabila tenaga produktif tersebut tidak memiliki kualitas mumpuni. Untuk itu dibutuhkan lima langkah agar Indonesia kelak tidak menjadi bangsa kuli.
Pertama beasiswa vokasional. Kedua sinergi dunia pendidikan dan industri. Ketiga sertifikasi kompetensi. Keempat rangsangan ekonomi kreatif. Kelima gerakan pencerahan masyarakat.
2. Siasat Bung Hatta; Reaktualisasi Pemikiran Ekonomi Politik.
Bapak Proklamator Mohammad Hatta yang juga wakil presiden pertama Indonesia dikenal luas sebagai salah satu pemikir ekonomi politik kerakyatan.
Namun sayangnya pemikiran ekonomi kerakyatan Bung Hatta yang masyhur di masyarakat hanya tentang koperasi. Padahal ada pemikiran Bung Hatta yang jauh lebih besar yaitu industrialisasi kerakyatan.
Terdapat lima elemen yang menjadi pilar industrialisasi kerakyatan Bung Hatta yaitu restrukturisasi, desentrasilisasi, proteksi, substitusi, dan redistribusi.
Ternyata pemikiran industrialisasi kerakyatan Bung Hatta tersebut sangat relevan dengan konsep ekonomi inklusif dan pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan para pakar ekonomi dunia saat ini seperti Amartya Sen dan Joseph Stiglitz.
3. Kuasa Kapital; Turbulensi & Transaksi Demokrasi.
Politik dan ekonomi adalah dua dimensi yang berkaitan bahkan tidak terpisahkan. Kepentingan politik dan ekonomi saling silang berkelindan dalam suatu pemerintahan yang dikuasai oligarki.
Pertautan kepentingan politik dan ekonomi tidak terhindarkan karena aktor-aktor politik baik secara langsung maupun tidak langsung kerap merangkap juga sebagai aktor-aktor ekonomi.
Konsep Shadow State yang dirumuskan oleh William Reno dan Barbara Harris saya terapkan untuk mengupas fenomena perselingkuhan aktor politik dan aktor ekonomi di Indonesia.
Dengan demikian terungkaplah mengapa konsolidasi demokrasi di Indonesia kehilangan arah, marak dengan praktek transaksional sehingga menyebabkan terjadinya turbulensi demokrasi.
Selain ketiga buku di atas, saya juga terlibat dalam penerbitan sejumlah buku para politisi nasional.
Tidak kurang ratusan artikel telah saya tulis dan terbit di berbagai media nasional. *